Sabtu, 17 April 2010

Masalah Diperbatasan Suatu Negara

Perbatasan sebuah negara, atau state’s border, dikenal bersamaan dengan lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak abad ke-18 di Eropa. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah perbatasan tidak mungkin dilepaskan dari sejarah kelahiran dan berakhirnya berbagai negara.

Pada awal sejarah kelahirannya, negara-bangsa, menurut Smith, identik dengan ‘negaraetnis’. Pada awalnya, batas-batas teritorial dari negara-bangsa merupakan refleksi dari batas-batas geografis sebuah etnis tertentu. Perkembangan selanjutnya dari negara-bangsa memperlihatkan bahwa kesamaan cita-cita, yang tidak jarang bersifat lintas-etnis, lebih mengemuka sebagai dasar dari eksistensi sebuah negara-bangsa. Perbatasan sebuah negara dalam konteks semacam itu menunjukkan kompleksitas tersendiri yang memperlihatkan bahwa batas Negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda. Ia bahkan membelah etnis yang sama, karena dialaminya sejarah kebangsaan yang berbeda oleh warga etnis yang sama.

Contohnya masalah perbatasan antar Negara merupakan masalah krusial karena amat berkaitan dengan wilayah kedaulatan hukum suatu Negara. Tak terkecuali persoalan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia yang membutuhkan perhatian dan penanganan secara berkelanjutan oleh kedua belah pihak secara bersama, terutama perbatasan laut, baik laut turitorial, landas kontine, dan Zona Ekonomi Eksklusi (ZEE) antar kedua Negara. Yang menjadi kendala dalam masalah perbatasan yaitu kurangnya pengamanan batas wilayah bahwa diperbatasan antara Malaysia dan Kalimantan Timur (Indonesia) bayak patok-patok batas wilayah yang berpindah masuk ke wilayah Indonesia sehingga Indonesia kehilangan wilayah darat yang cukup luas. Ini berarti bahwa pengamanan atas batas wilayah itu lemah kerena patok-patok dapat dipindahkan dengan mudah dipindahkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kelemahan aparat kita untuk melindungi batas wilayah, bukan hanya terjadi didarat, melainkan juga terjadi untuk pengamanan kedaulatan atas laut territorial atau ruang angkasa kita. Kebanyakan kapal-kapal patroli kita tidak mampu mengimbangi kecepatan kapal-kapal pelanggar batas wilayah laut turitorial dan angkatan udara kita tidak mampu mendeteksi dengan baik atau menghalau pesawat asing yang masuk wilayah angkasa Indonesia.

Persoalan kemampuan mengawal batas wilayahyang lemah ini diperburuk oleh kemampuan kita untuk memajukan pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang biasanya disebut sebagai persoalan fronties. Contohnya masyrakat Bengkayang yang tinggal didaerah darat terluar Indonesia di Kalimantan Timur banyak yang lebih suka menyeberang ke Negara jiran itu untuk belanja kebutuhan sehari-hari karena selain barangya lebih banyak tersedia juga harganya lebih murah. Hal ini dapat menimbulkan erosi nasionalisme yang dapat menyebabkan warga kita tidak lagi menganggap dirinya itu orang Indonesia, bahkan mungkin ada yang senang dengan bergesernya patok batas wilayah yang membawa mereka keluar dari batas Indonesia dan masuk kewilayah Negara lain. Masalah seperti ini juga kita hadapi di wilayah perbatasan antara NTT dan Timor Leste, sebab disana yang terjadi justru tidak ada orang NTT yang mau menyeberang ke Timor Leste, karena jepitan ekonomi justru orang Timor Leste itulah yang mungkin lebih ingin menyeberang batas wilayah untuk menjadi warga Negara Iindonesia. Dengan hal-hal tersebut pemerintah kita sebaiknya melakukan tindakan lebih cepat untuk memperhatikan masalah perbatasan ini, sehingga rasa Nasionalisme tidak hilang dalam diri masyarakat yang tinggal diaderah-daerah perbatasan Negara kita.

Ada dua hal yang mendasar yang patut dijadikan catatan dalam melakukan reformasi system menajemen perbatasasn Indonesia.






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar