Sabtu, 17 April 2010

Transistor

Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sebagai sirkuit pemutus dan penyambung (switching), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal atau sebagai fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, dimana berdasarkan arus inputnya (BJT) atau tegangan inputnya (FET), memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber listriknya. Pada umumnya, transistor memiliki 3 terminal. Tegangan atau arus yang dipasang di satu terminalnya mengatur arus yang lebih besar yang melalui 2 terminal lainnya. Transistor adalah komponen yang sangat penting dalam dunia elektronik modern. Dalam rangkaian analog, transistor digunakan dalam amplifier (penguat). Rangkaian analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik stabil, dan penguat sinyal radio. Dalam rangkaian-rangkaian digital, transistor digunakan sebagai saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori, dan komponen-komponen lainnya.

Cara kerja transistor

Dari banyak tipe-tipe transistor modern, pada awalnya ada dua tipe dasar transistor, bipolar jungtion transistor (BJT atau transistor bipolar) dan field-efek transistor (FET), yang masing-masing bekerja secara berbeda. Transistor bipolar dinamakan demikian karena kanal konduksi utamanya menggunakan dua polaritas pembawa muatan: elektron dan lubang, untuk membawa arus listrik. Dalam BJT, arus listrik utama harus melewati satu daerah/lapisan pembatas dinamakan depletion zone, dan ketebalan lapisan ini dapat diatur dengan kecepatan tinggi dengan tujuan untuk mengatur aliran arus utama tersebut. FET (juga dinamakan transistor unipolar) hanya menggunakan satu jenis pembawa muatan (elektron atau hole, tergantung dari tipe FET). Dalam FET, arus listrik utama mengalir dalam satu kanal konduksi sempit dengan depletion zone di kedua sisinya (dibandingkan dengan transistor bipolar dimana daerah Basis memotong arah arus listrik utama). Dan ketebalan dari daerah perbatasan ini dapat dirubah dengan perubahan tegangan yang diberikan, untuk mengubah ketebalan kanal konduksi tersebut. Lihat artikel untuk masing-masing tipe untuk penjelasan yang lebih lanjut.

BJT (Bipolar Junction Transistor)

BJT (Bipolar Junction Transistor) adalah salah satu dari dua jenis transistor. Cara kerja BJT dapat dibayangkan sebagai dua dioda yang terminal positif atau negatifnya berdempet, sehingga ada tiga terminal. Ketiga terminal tersebut adalah emiter (E), kolektor (C), dan basis (B). Perubahan arus listrik dalam jumlah kecil pada terminal basis dapat menghasilkan perubahan arus listrik dalam jumlah besar pada terminal kolektor. Prinsip inilah yang mendasari penggunaan transistor sebagai penguat elektronik. Rasio antara arus pada koletor dengan arus pada basis biasanya dilambangkan dengan β atau hFE. β biasanya berkisar sekitar 100 untuk transistor-transisor BJT.

FET

FET dibagi menjadi dua keluarga: Junction FET (JFET) dan Insulated Gate FET (IGFET) atau juga dikenal sebagai Metal Oxide Silicon (atau Semiconductor) FET (MOSFET). Berbeda dengan IGFET, terminal gate dalam JFET membentuk sebuah dioda dengan kanal (materi semikonduktor antara Source dan Drain). Secara fungsinya, ini membuat N-channel JFET menjadi sebuah versi solid-state dari tabung vakum, yang juga membentuk sebuah dioda antara antara grid dan katode. Dan juga, keduanya (JFET dan tabung vakum) bekerja di "depletion mode", keduanya memiliki impedansi input tinggi, dan keduanya menghantarkan arus listrik dibawah kontrol tegangan input. FET lebih jauh lagi dibagi menjadi tipe enhancement mode dan depletion mode. Mode menandakan polaritas dari tegangan gate dibandingkan dengan source saat FET menghantarkan listrik. Jika kita ambil N-channel FET sebagai contoh: dalam depletion mode, gate adalah negatif dibandingkan dengan source, sedangkan dalam enhancement mode, gate adalah positif. Untuk kedua mode, jika tegangan gate dibuat lebih positif, aliran arus di antara source dan drain akan meningkat. Untuk P-channel FET, polaritas-polaritas semua dibalik. Sebagian besar IGFET adalah tipe enhancement mode, dan hampir semua JFET adalah tipe depletion mode.




Transistor NPN dapat dianggap sebagai dua dioda adu punggung tunggal anoda. Pada penggunaan biasa, pertemuan p-n emitor-basis dipanjar maju dan pertemuan basis-kolektor dipanjar mundur. Dalam transistor NPN, sebagai contoh, jika tegangan positif dikenakan pada pertemuan basis-emitor, keseimbangan diantara pembawa terbangkitkan kalor dan medan listrik menolak pada daerah pemiskinan menjadi tidak seimbang, memungkinkan elektron terusik kalor untuk masuk ke daerah basis. Elektron tersebut mengembara (atau menyebar) melalui basis dari daerah konsentrasi tinggi dekat emitor menuju konsentrasi rendah dekat kolektor. Elektron pada basis dinamakan pembawa minoritas karena basis dikotori menjadi tipe-p yang menjadikan lubang sebagai pembawa mayoritas pada basis. Daerah basis pada transistor harus dibuat tipis, sehingga pembawa tersebut dapat menyebar melewatinya dengan lebih cepat daripada umur pembawa minoritas semikonduktor untuk mengurangi bagian pembawa yang bergabung kembali sebelum mencapai pertemuan kolektor-basis. Untuk memastikannya, ketebalan basis dibuat jauh lebih rendah dari panjang penyebaran dari elektron. Pertemuan kolektor-basis dipanjar terbalik, jadi sedikit sekali injeksi elektron yang terjadi dari kolektor ke basis, tetapi elektron yang menyebar melalui basis menuju kolektor disapu menuju kolektor oleh medan pada pertemuan kolektor-basis.

Pengendalian tegangan, arus dan muatan

Arus kolektor-emitor dapat dipandang sebagai terkendali arus basis-emitor (kendali arus) atau tegangan basis-emitor (kendali tegangan). Pandangan tersebut berhubungan dengan hubungan arus-tegangan dari pertemuan basis-emitor, yang mana hanya merupakan kurva arus-tegangan eksponensial biasa dari dioda pertemuan p-n. Penjelasan fisika untuk arus kolektor adalah jumlah muatan pembawa minoritas pada daerah basis. Model mendetail dari kerja transistor, model Gummel-poon, menghitung distribusi dari muatan tersebut secara eksplisit untuk menjelaskan perilaku transistor dengan lebih tepat. Pandangan mengenai kendali-muatan dengan mudah menangani transistor-foto, dimana pembawa minoritas di daerah basis dibangkitkan oleh penyerapan foton, dan menangani pematian dinamik atau waktu pulih, yang mana bergantung pada penggabungan kembali muatan di daerah basis. Walaupun begitu, karena muatan basis bukanlah isyarat yang dapat diukur pada saluran, pandangan kendali arus dan tegangan biasanya digunakan pada desain dan analisis sirkuit. Pada desain sirkuit analog, pandangan kendali arus sering digunakan karena ini hampir linier. Arus kolektor kira-kira βF kali lipat dari arus basis. Beberapa sirkuit dasar dapat didesain dengan mengasumsikan bahwa tegangan emitor-basis kira-kira tetap, dan arus kolektor adalah beta kali lipat dari arus basis. Walaupun begitu, untuk mendesain sirkuit BJT dengan akurat dan dapat diandalkan, diperlukan model kendali-tegangan (sebagai contoh model Ebers-Moll ). Model kendali-tegangan membutuhkan fungsi eksponensial yang harus diperhitungkan, tetapi jika ini dilinierkan, transistor dapat dimodelkan sebagai sebuah transkonduktansi, seperti pada model Ebers-Moll, desain untuk sirkuit seperti penguat diferensial menjadi masalah linier, jadi pandangan kontrol-tegangan sering diutamakan. Untuk sirkuit translinier, dimana kurva eksponensiak I-V adalah kunci dari operasi, transistor biasanya dimodelkan sebagai terkendali tegangan dengan transkonduktansi sebanding dengan arus kolektor.





PERJANJIAN PERBATASAN

Kawasan perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Kawasan perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumberdaya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah. Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks. Terdapat sejumlah faktor krusial yang terkait didalamnya seperti yurisdriksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan. Secara garis besar terdapat tiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu Penetapan garis batas baik darat maupun laut, Pengamanan kawasan perbatasan, dan Pengembangan kawasan perbatasan. Penanganan berbagai permasasalahan pada tiga isu utama diatas masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah aspek kelembagaan, dimana selama ini pengelolaan perbatasan antarnegara ditangani secara parsial oleh berbagai komite perbatasan yang bersifat ad-hoc maupun oleh instansi pusat terkait secara sektoral. Hal ini menyebabkan solusi untuk menanganani permasalahan yang ditawarkan cenderung parsial dan tidak menyeluruh. Untuk mewujudkan penanganan kawasan perbatasan yang efektip secara nasional diperlukan lembaga pengelola perbatasan antarnegara yang terpadu dan terintegrasi.

Sebagai tindak lanjut dari kajian ini, maka pemerintah perlu melakukan beberapa upaya antara lain :

  • Membentuk kelembagaan perbatasan
  • Merumuskan aturan perundang-undangan sebagai landasan bagi penyusunan kelembagaan perbatasan antarnegara;
  • Merumuskan tugas pokok dan fungsi kelembagaan secara jelas sesuai dengan visi pengembangan kawasan perbatasan antarnegara;
  • Merumuskan pembagian kewenangan yang jelas dan tegas dalam implementasi pembangunan di kawasan perbatasan untuk menghindari duplikasi dan overlapping dan
  • Menyusun struktur organisasi pengelola kawasan perbatasan yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan.


Terdapat berbagai peraturan-undangan yang terkait ketiga isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan, antara lain Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penetapan garis batas dan penegasan kedaulatan wilayah, Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengamanan kawasan perbatasan, serta Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengembangan kawasan perbatasan.

Landasan yuridis penetapan perbatasan Republik Indonesia telah termaktub dengan jelas di dalam Pasal 25 A UUD 1945 tentang wilayah Negara. Selain itu terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur batas negara, baik dalam bentuk UU, PP, maupun Keppres/Perpres. Undang-undang tersebut secara spesifik mengatur prinsip-prinsip cara penarikan batas, misalnya UU No. 5 tahun 1984 tentang ZEEI, UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, UU No 6 tahun 1996 tentang Perairan yang didukung oleh PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Indonesia. Selain peraturan perundang-undangan mengenai aturan penarikan garis batas, telah ada pula peraturan perundang-undangan mengenai pengesahan hasil perundingan batas negara dengan negara tetangga, misalnya UU No. 2 Tahun 1971 mengenai Batas Laut Teritorial Indonesia-Malaysia, UU no.7 tahun 1973 mengenai Batas Laut Teritorial Indonesia-Singapura. Untuk melengkapi pengaturan terhadap UU tersebut telah dikeluarkan beberapa Keppres yang mengatur secara spesifik batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga, misalnya Keppres No. 89 tahun 1969 menganai pengaturan batas wilayah Indonesia-Malaysia. Terkait dengan upaya pengamanan kawasan perbatasan, beberapa peraturan perundang-undangan seperti PP No. 36 tahun 2002, PP No. 37 tahun 2002, dan PP No. 38 tahun 2002 memberi dasar dan kewenangan bagi aparat guna menegakkan hukum dalam rangka perwujudan kedaulatan nyata di perbatasan, khususnya di perbatasan laut. Terkait dengan upaya pengembangan kawasan perbatasan, UU no. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah memasukkan kawasan perbatasan sebagai salah satu bentuk kawasan tertentu, yaitu kawasan yang ditetapkan secara nasional yang penataan ruangnya dipriotaskan. Adanya penataan ruang kawasan perbatasan dimaksudkan untuk mendorong keterpaduan pengembangan kawasan perbatasan untuk mengurangi kesenjangan wilayah dan perwujudan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara; Mempercepat pembangunan kawasan melalui upaya pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi dan membuka keterisolasian wilayah, dengan tetap menjaga kelestraian lingkungan dan sosial budaya setempat; serta mendorong perwujudan kerjasama ekonomi sub regional secara sinergis dan seimbang dengan menganut keserasian antara pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan masyarakat

Masalah Diperbatasan Suatu Negara

Perbatasan sebuah negara, atau state’s border, dikenal bersamaan dengan lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak abad ke-18 di Eropa. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah perbatasan tidak mungkin dilepaskan dari sejarah kelahiran dan berakhirnya berbagai negara.

Pada awal sejarah kelahirannya, negara-bangsa, menurut Smith, identik dengan ‘negaraetnis’. Pada awalnya, batas-batas teritorial dari negara-bangsa merupakan refleksi dari batas-batas geografis sebuah etnis tertentu. Perkembangan selanjutnya dari negara-bangsa memperlihatkan bahwa kesamaan cita-cita, yang tidak jarang bersifat lintas-etnis, lebih mengemuka sebagai dasar dari eksistensi sebuah negara-bangsa. Perbatasan sebuah negara dalam konteks semacam itu menunjukkan kompleksitas tersendiri yang memperlihatkan bahwa batas Negara tidak hanya membelah etnisitas yang berbeda. Ia bahkan membelah etnis yang sama, karena dialaminya sejarah kebangsaan yang berbeda oleh warga etnis yang sama.

Contohnya masalah perbatasan antar Negara merupakan masalah krusial karena amat berkaitan dengan wilayah kedaulatan hukum suatu Negara. Tak terkecuali persoalan perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia yang membutuhkan perhatian dan penanganan secara berkelanjutan oleh kedua belah pihak secara bersama, terutama perbatasan laut, baik laut turitorial, landas kontine, dan Zona Ekonomi Eksklusi (ZEE) antar kedua Negara. Yang menjadi kendala dalam masalah perbatasan yaitu kurangnya pengamanan batas wilayah bahwa diperbatasan antara Malaysia dan Kalimantan Timur (Indonesia) bayak patok-patok batas wilayah yang berpindah masuk ke wilayah Indonesia sehingga Indonesia kehilangan wilayah darat yang cukup luas. Ini berarti bahwa pengamanan atas batas wilayah itu lemah kerena patok-patok dapat dipindahkan dengan mudah dipindahkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kelemahan aparat kita untuk melindungi batas wilayah, bukan hanya terjadi didarat, melainkan juga terjadi untuk pengamanan kedaulatan atas laut territorial atau ruang angkasa kita. Kebanyakan kapal-kapal patroli kita tidak mampu mengimbangi kecepatan kapal-kapal pelanggar batas wilayah laut turitorial dan angkatan udara kita tidak mampu mendeteksi dengan baik atau menghalau pesawat asing yang masuk wilayah angkasa Indonesia.

Persoalan kemampuan mengawal batas wilayahyang lemah ini diperburuk oleh kemampuan kita untuk memajukan pembangunan di daerah-daerah perbatasan yang biasanya disebut sebagai persoalan fronties. Contohnya masyrakat Bengkayang yang tinggal didaerah darat terluar Indonesia di Kalimantan Timur banyak yang lebih suka menyeberang ke Negara jiran itu untuk belanja kebutuhan sehari-hari karena selain barangya lebih banyak tersedia juga harganya lebih murah. Hal ini dapat menimbulkan erosi nasionalisme yang dapat menyebabkan warga kita tidak lagi menganggap dirinya itu orang Indonesia, bahkan mungkin ada yang senang dengan bergesernya patok batas wilayah yang membawa mereka keluar dari batas Indonesia dan masuk kewilayah Negara lain. Masalah seperti ini juga kita hadapi di wilayah perbatasan antara NTT dan Timor Leste, sebab disana yang terjadi justru tidak ada orang NTT yang mau menyeberang ke Timor Leste, karena jepitan ekonomi justru orang Timor Leste itulah yang mungkin lebih ingin menyeberang batas wilayah untuk menjadi warga Negara Iindonesia. Dengan hal-hal tersebut pemerintah kita sebaiknya melakukan tindakan lebih cepat untuk memperhatikan masalah perbatasan ini, sehingga rasa Nasionalisme tidak hilang dalam diri masyarakat yang tinggal diaderah-daerah perbatasan Negara kita.

Ada dua hal yang mendasar yang patut dijadikan catatan dalam melakukan reformasi system menajemen perbatasasn Indonesia.






























Kamis, 15 April 2010

DIODA

Dioda ialah jenis VACUUM tube yang memiliki dua buah elektroda. Dioda tabung pertama kali diciptakan oleh seorang ilmuwan dari Inggris yang bernama Sir J.A. Fleming (1849-1945) pada tahun 1904

Struktur dan skema dari dioda dapat dilihat pada gambar di atas. Pada dioda, plate diletakkan dalam posisi mengelilingi katoda sedangkan heater disisipkan di dalam katoda. Elektron pada katoda yang dipanaskan oleh heater akan bergerak dari katoda menuju plate. Untuk dapat memahami bagaimana cara kerja dioda kita dapat meninjau 3 situasi sebagai berikut ini yaitu :

  • Dioda diberi tegangan nol
  • Dioda diberi tegangan negative
  • Dioda diberi tegangan positive

 

 

1.    Dioda Diberi Tegangan Nol

Ketika dioda diberi tegangan nol maka tidak ada medan listrik yang menarik elektron dari katoda. Elektron yang mengalami pemanasan pada katoda hanya mampu melompat sampai pada posisi yang tidak begitu jauh dari katoda dan membentuk muatan ruang (Space Charge). Tidak mampunya elektron melompat menuju katoda disebabkan karena energi yang diberikan pada elektron melalui pemanasan oleh heater belum cukup untuk menggerakkan elektron menjangkau plate. 

2.    Dioda diberi tegangan negative

Ketika dioda diberi tegangan negatif maka potensial negatif yang ada pada plate akan menolak elektron yang sudah membentuk muatan ruang sehingga elektron tersebut tidak akan dapat menjangkau plate sebaliknya akan terdorong kembali ke katoda, sehingga tidak akan ada arus yang mengalir.

3.    Dioda Diberi Tegangan Positive

Ketika dioda diberi tegangan positif maka potensial positif yang ada pada plate akan menarik elektron yang baru saja terlepas dari katoda oleh karena emisi thermionic, pada situasi inilah arus listrik baru akan terjadi. Seberapa besar arus listrik yang akan mengalir tergantung daripada besarnya tegangan positif yang dikenakan pada plate. Semakin besar tegangan plate akan semakin besar pula arus listrik yang akan mengalir. Oleh karena sifat dioda yang seperti ini yaitu hanya dapat mengalirkan arus listrik pada situasi tegangan tertentu saja, maka dioda dapat digunakan sebagai penyearah arus listrik (rectifier). Pada kenyataannya memang dioda banyak digunakan sebagai penyearah tegangan AC menjadi tegangan DC.

KARAKTERISTIK DIODA

Hampir semua peralatan elektronika memerlukan sumber arus searah. Penyearah digunakan untuk mendapatkan arus searah dari suatu arus bolak-balik. Arus atau tegangan tersebut harus benar-benar rata tidak boleh berdenyut-denyut agar tidak menimbulkan gangguan bagi peralatan yang dicatu.

Dioda sebagai salah satu komponen aktif sangat popular digunakan dalam rangkaian elektronika, karena bentuknya sederhana dan penggunaannya sangat luas. Ada beberapa macam rangkaian dioda, diantaranya : penyearah setengah gelombang (Half-Wave Rectifier), penyearah gelombang penuh (Full-Wave Rectifier), rangkaian pemotong (Clipper), rangkaian penjepit (Clamper) maupun pengganda tegangan (Voltage Multiplier). Di bawah ini merupakan gambar yang melambangkan dioda penyearah.

P N Anoda Katoda

Sisi Positif (P) disebut Anoda dan sisi Negatif (N) disebut Katoda. Lambang dioda seperti anak panah yang arahnya dari sisi P ke sisi N. Karenanya ini mengingatkan kita pada arus konvensional dimana arus mudah mengalir dari sisi P ke sisi N.

Dioda terbagi atas beberapa jenis antara lain :

  • Dioda germanium
  • Dioda silikon
  • Dioda selenium
  • Dioda zener
  • Dioda cahaya (LED)
Dioda termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan semikonduktor. Beranjak dari penemuan dioda, para ahli menemukan juga komponen turunan lainnya yang unik. Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Struktur dioda tidak lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi adalah semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N. Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P menuju sisi N.

PN dengan sedikit porsi kecil yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-elektron yang siap untuk bebas merdeka. Lalu jika diberi bias positif, dengan arti kata memberi tegangan potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N dengan serta merta akan tergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau elektron mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron. Ini disebut aliran hole dari P menuju N, Kalau menggunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N. Sebaliknya apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P. 

Tentu jawabannya adalah tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron masing-masing tertarik ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya arus. Demikianlah sekelumit bagaimana dioda hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Dengan tegangan bias maju yang kecil saja dioda sudah menjadi konduktor. Tidak serta merta di atas 0 volt, tetapi memang tegangan beberapa volt di atas nol baru bisa terjadi konduksi. Ini disebabkan karena adanya dinding deplesi (depletion layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan Silikon tegangan konduksi adalah di atas 0.7 volt. Kira-kira 0.3 volt batas minimum untuk dioda yang terbuat dari bahan Germanium.

untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun memang ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi breakdown, dimana dioda tidak lagi dapat menahan aliran elektron yang terbentuk di lapisan deplesi.